Isi Cerita – Permintaan Ikatsi kepada Pemerintah untuk Industri tekstil Indonesia. Menghadapi tantangan serius dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan Impor. Dalam menanggapi hal ini, Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI). Menyoroti potensi dampak negatif yang dapat terjadi pada pasar lokal. Meminta pemerintah untuk membuka ruang dialog yang lebih luas dengan asosiasi industri tekstil.[1]
Permintaan IKATSI melalui Ketua Umum, Muhammad Shobirin F Hamid. Secara tegas menyatakan keprihatinannya terhadap konsekuensi yang mungkin timbul akibat penerapan regulasi ini. Salah satu perhatian utama adalah penurunan daya saing industri tekstil dalam negeri. Yang bisa berujung pada penurunan produksi dan kualitas produk. Dalam sebuah pernyataan resmi, Shobirin menegaskan bahwa langkah-langkah seperti ini dapat merugikan pelaku industri, baik besar maupun UMKM.
Pada titik ini permintaan IKATSI, penting bagi pemerintah. Untuk mendengarkan dan merespons kekhawatiran yang disampaikan oleh IKATSI dan pihak lainnya dalam industri. Dialog yang terbuka dan inklusif adalah kunci untuk menemukan solusi yang tepat demi menjaga keberlanjutan industri tekstil nasional. Berbicara dalam konteks ini, Shobirin menekankan perlunya pemerintah untuk mempertimbangkan kembali implementasi Permendag 8/2024.[1]
Dampak dari aturan impor yang lebih ketat ini sudah mulai dirasakan oleh para pelaku industri. Mulai dari penurunan permintaan terhadap bahan baku lokal hingga peningkatan biaya produksi. Semua faktor ini secara langsung mempengaruhi operasional perusahaan, terutama UMKM. Banyak di antara mereka yang terpaksa mengurangi kapasitas produksi atau bahkan harus menutup operasional mereka secara keseluruhan. Ini tentu saja berpotensi mengurangi kemampuan sektor industri tekstil untuk menyerap tenaga kerja. Yang pada gilirannya dapat memengaruhi stabilitas ekonomi nasional. [3]
Perlu dicatat bahwa kebijakan seperti Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Menimbulkan ketidakselarasan dengan upaya revitalisasi dan peningkatan daya saing industri tekstil dalam negeri. Bukan hanya itu, tetapi juga menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup baik industri manufaktur tekstil besar maupun UMKM. Oleh karena itu, membangun jembatan dialog antara pemerintah, asosiasi industri, dan pelaku usaha menjadi semakin mendesak.[2]
Kesimpulannya, pemerintah perlu bersikap responsif terhadap kekhawatiran yang diungkapkan oleh IKATSI dan stakeholder lainnya. Membuka dialog dan bekerja sama untuk menemukan solusi yang adil dan berkelanjutan. Langkah yang tepat untuk melindungi industri tekstil Indonesia dari ancaman pasar luar. Dengan demikian, tidak hanya stabilitas industri akan terjaga, tetapi juga kemakmuran ekonomi nasional dapat terus terjaga.
[1] https://money.kompas.com/read/2024/06/12/114200326/ancam-pasar-lokal-ikatsi-minta-pemerintah-buka-dialog-bahas-aturan-relaksasi
[2] https://www.antaranews.com/berita/4147947/ikatsi-ingin-pemerintah-buka-dialog-bahas-relaksasi-impor-tpt
[3] https://finance.detik.com/industri/d-7386165/aturan-relaksasi-impor-bikin-pelaku-industri-tekstil-pesimistis