Isi cerita – Presiden terpilih Prabowo Subianto mengumumkan target ambisius untuk memperkenalkan biodiesel campuran solar dan sawit 50% (B50) di seluruh Indonesia, dengan rencana peluncuran paling lambat tahun depan. Program ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor minyak, yang dapat menghemat hingga USD 20 miliar atau sekitar Rp 309,7 triliun.
Namun, target tersebut menuai tantangan dari para petani sawit dan pengusaha industri. Banyak pihak meragukan kesiapan implementasi program ini dalam waktu yang ditentukan.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, menilai bahwa Target Ambisius Prabowo B50 pada awal tahun depan sulit tercapai. “Rasanya tidak mungkin kalau awal tahun depan. Uji coba untuk B50 memerlukan waktu, dan paling tidak awal 2025 baru bisa dimulai,” ungkap Eddy. Menurutnya, program ini mungkin baru bisa terealisasi pada awal tahun 2026.
“Baca juga: Asuransi sebagai Solusi untuk Kemandirian Individu di Masa Depan”
Eddy juga menyoroti perlunya peningkatan produktivitas sawit rakyat, yang sering terhambat oleh masalah kebijakan dan lahan sawit yang masih berada di kawasan hutan. Meskipun pemerintah berencana menaikkan dana peremajaan sawit rakyat menjadi Rp 60 juta per hektare, hambatan-hambatan ini masih perlu diatasi.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Gulat Manurung, mengingatkan bahwa jika program B50 dipaksakan, produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) bisa tidak mencukupi, yang berpotensi membuat Indonesia menjadi importir CPO. “Dengan memaksakan B50, Indonesia bisa menghadapi kekurangan CPO, dan mungkin menjadi importir CPO karena kita diperkirakan minus 1,2 juta ton di tahun 2025,” katanya.
Gulat juga menekankan pentingnya memperbaiki sektor hulu industri sawit terlebih dahulu. Ia menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan untuk menetapkan B40 sambil memperbaiki sektor hulu, seperti replanting pohon sawit di petani.
“Simak juga: Kampung Rosella, Menyulap Tanaman Afrika Jadi Potensi Malang”
Saat ini, produktivitas sawit rakyat masih rendah, dengan rata-rata produksi antara 2,5 hingga 3 ton CPO per hektare per tahun. Menurut Gulat, dengan peremajaan yang efektif, produktivitas bisa meningkat menjadi 5 hingga 6 ton per hektare per tahun. Jika target ini tercapai, total produksi CPO Indonesia dapat mencapai 65 hingga 70 juta ton per tahun.
Prabowo Subianto menilai bahwa dengan penerapan B50, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor solar dan menghemat biaya yang signifikan. Namun, tantangan teknis dan produktivitas dalam sektor sawit menjadi perhatian utama. Upaya mempercepat peremajaan sawit dan peningkatan produktivitas sawit rakyat harus dilakukan agar target ambisius ini dapat tercapai dengan sukses.