Isi cerita – Kebijakan tarif impor mobil listrik dari China oleh Uni Eropa telah menciptakan riak di lautan otomotif internasional. Produsen ikonik seperti BMW, Mercedes-Benz (Mercy), dan Volkswagen merasa tegang menyusul kemungkinan balasan dari pemerintah China, menimbulkan ketegangan di dunia bisnis otomotif global.
Keputusan Uni Eropa untuk menaikkan tarif impor mobil listrik dari China sebesar 38,1% mulai Juli mendatang telah mengundang kekhawatiran di kalangan pabrikan Jerman. Oliver Zipse,[1] CEO BMW, menyoroti ketidakpastian yang muncul dari langkah tersebut. Menyatakan keprihatinannya bahwa kebijakan ini dapat merugikan pabrikan mobil di China.
Namun, keputusan ini tidak menghalangi pabrikan mobil China untuk tetap eksis di pasar Eropa. Nio, salah satu pemain utama di industri mobil listrik China. Berkomitmen untuk mempertahankan posisinya di Eropa, meskipun secara resmi menentang kebijakan Uni Eropa. Sementara itu, produsen terkemuka lainnya, seperti BYD dan Cherry,[5] tetap berupaya memproduksi mobil di Eropa meskipun dengan tarif yang meningkat.
“Baca juga: Charged Rimau,Motor Listrik Lokal dengan Sentuhan Subsidi” [4]
Sinyal balasan dari pemerintah China masih menjadi pertanyaan besar bagi para analis. Will Roberts, kepala penelitian otomotif di Rho Motion, menyatakan bahwa sementara produsen mobil China mungkin bisa menyerap tarif yang diberlakukan oleh Uni Eropa. Tetapi apakah pemerintah China akan merespons dengan langkah yang serupa masih menjadi tanda tanya besar.
Dampak dari ketegangan ini terutama dirasakan oleh produsen mobil Jerman, yang ketergantungannya pada pasar China sangat signifikan. BMW, Volkswagen, dan Mercedes-Benz menghasilkan sekitar sepertiga dari penjualan mereka di Tiongkok. Oleh karena itu, potensi pembalasan dari China bisa merugikan tidak hanya perusahaan-perusahaan tersebut, tetapi juga ekonomi manufaktur Jerman secara keseluruhan.
“Simak juga:Memori Berputar, Sejarah dan Transformasi Komidi Putar” [3]
Tarif tinggi yang diterapkan oleh Uni Eropa [1] dipandang oleh beberapa pihak sebagai langkah isolasionis yang berpotensi merugikan bagi ekonomi global. CEO Mercedes, Ola Kaellenius, menegaskan bahwa kebijakan perdagangan yang adil dan bebas telah membawa pertumbuhan ekonomi, dan langkah-langkah proteksionis seperti ini harus dihindari.
Pada akhirnya, kebijakan tarif impor ini tidak hanya memengaruhi mobil-mobil yang diimpor dari China ke Eropa.[2] Tetapi juga berdampak pada produksi mobil Eropa di Tiongkok. Produsen seperti Renault dan Tesla yang mengimpor mobil dari China ke Eropa akan terkena dampaknya. Demikian juga dengan BMW yang mengimpor beberapa model kendaraannya.
Selain itu, industri otomotif Eropa juga sangat tergantung pada komponen dari Tiongkok, terutama untuk kendaraan listrik. Ketergantungan ini menambah kerumitan dalam manajemen rantai pasok global, dan meningkatkan risiko ketegangan perdagangan yang berkelanjutan di masa depan.
[1] https://otomotif.bisnis.com/read/20240614/46/1774177/bmw-hingga-mercy-ciut-balasan-china-terhadap-tarif-tinggi-eropa
[2] https://www.suara.com/otomotif/2024/05/09/143730/eropa-siapkan-tarif-tinggi-untuk-mobil-listrik-china-bmw-dan-mercy-malah-kompak-melawan
[3] https://langgananinfo.com/umum/memori-berputar-sejarah-dan-transformasi-komidi-putar/
[4] https://jangkauaninfo.com/berita/motor-listrik-lokal-dengan-sentuhan-subsidi/
[5] https://ekonomi.republika.co.id/berita/sf1oes349/ini-cara-produsen-mobil-china-hindari-kenaikan-tarif-bea-masuk-uni-eropa