Isi cerita – Menkes telah mengemukakan beberapa usulan penting terkait permasalahan biaya tinggi Alkes di rapat terbatas Istana Kepresidenan Jakarta. Pada Selasa (2/7/2024), Budi Gunadi Sadikin mengusulkan untuk mengatasi tantangan biaya tinggi alat kesehatan (Alkes) dan obat-obatan di Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, disoroti beberapa area yang perlu diperbaiki.[1] Termasuk tata kelola perdagangan yang lebih transparan untuk mencegah kenaikan harga yang tidak wajar dalam proses pembelian Alkes dan obat-obatan.
“Baca juga: Prabowo, Dua Kecelakaan Terjun Payung dan Operasi Besar” [2]
Menurut Menkes, inefisiensi dalam tata kelola perdagangan saat ini merupakan salah satu masalah utama yang perlu diatasi. “Kita perlu memastikan bahwa proses pembelian Alkes dan obat-obatan tidak mengalami kenaikan harga yang tidak masuk akal atau tidak perlu,” jelasnya. “Ini menyangkut bagaimana kita mendesain proses pembelian agar lebih transparan dan efisien.”
Selain itu, perpajakan juga menjadi fokus dalam upaya menurunkan biaya tinggi Alkes dan obat-obatan. Menurut Menkes, ada usulan untuk memperbaiki sistem perpajakan agar lebih efisien tanpa mengurangi pendapatan pemerintah.[3] “Masalah cash flow yang tertunda bisa memberikan beban bunga yang signifikan, dan ini perlu diatasi dengan perpajakan yang lebih efisien,” katanya.
Peningkatan koordinasi antar kementerian teknis juga menjadi poin kunci dalam rapat tersebut. Menkes menyoroti perlunya koordinasi yang lebih baik antara Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan dalam merancang kebijakan industri Alkes dan obat-obatan. Hal ini diharapkan dapat mengatasi masalah inkonsistensi seperti bea masuk untuk komponen Alkes yang diimpor untuk produksi dalam negeri.
“Simak juga: Lonjakan Investor Kripto Indonesia Tembus 20,16 Juta di 2024“ [4]
Sebagai contoh, Menkes membahas rencana pengadaan 10 ribu unit alat USG di mana 4 ribu unitnya seharusnya diproduksi secara lokal. Namun, tantangan muncul ketika komponen yang diperlukan harus diimpor dan terkena bea impor yang tinggi. “Ini menciptakan kesenjangan antara dorongan untuk produksi dalam negeri dan insentif yang tersedia,” ungkapnya.
Menkes juga menyoroti potensi untuk mendorong investasi pabrik Alkes, seperti rencana pengadaan 514 unit cath lab di seluruh Indonesia.[5] “Kami perlu memberikan insentif yang cukup menarik bagi produsen Alkes untuk mendirikan pabrik di Indonesia, terutama mengingat rencana pengadaan ini akan melibatkan rumah sakit swasta juga,” tambahnya.
Secara keseluruhan, langkah-langkah ini diharapkan dapat memperbaiki tata kelola perdagangan, sistem perpajakan yang lebih efisien, serta koordinasi antar kementerian untuk mendukung pengembangan industri Alkes dan obat-obatan dalam negeri, sehingga dapat mengurangi biaya dan meningkatkan aksesibilitas bagi masyarakat Indonesia.
[1] https://m.tribunnews.com/kesehatan/2024/07/02/alkes-dan-obat-obatan-mahal-tata-kelola-dagang-pajak-serta-koordinasi-kementerian-harus-dibenahi
[2] https://infoinspiratif.com/berita/prabowo-dua-kecelakaan-terjun-payung-dan-operasi-besar/
[3] https://farmalkes.kemkes.go.id/2023/04/rapat-koordinasi-teknis-kefarmasian-dan-alat-kesehatan-materi/
[4] https://langgananinfo.com/bisnis/lonjakan-investor-kripto-indonesia-tembus-2016-juta-di-2024/
[5] https://koran.pikiran-rakyat.com/halaman-utama/amp/pr-3036390996/pajak-alkes-dan-obat-beban-operasional-layanan-kesehatan-di-indonesia?page=all